Cari Blog Ini :

Rabu, 25 Juni 2014

Pengetahuan Mengenai Hukum Sewa-Menyewa (Bagian 2)

Hai DaGakers,

Salam Semangat dan semoga Tuhan selalu memberkati anda dimanapun anda berada. Ini adalah sharing ke dua mengenai hukum sewa-menyewa seperti kost-kost-an sampai dengan kontrak rumah/mall/dll berdasarkan kompilasi dari beberapa case dengan narasumber yang sama:
1.      Bolehkan pemilik kost masuk ke kamar penyewa kost tanpa ijin?
Sebelumnya, perlu kita ketahui bahwa kost atau yang berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut juga dengan indekos memiliki arti tinggal di rumah orang lain dengan atau tanpa makan (dng membayar setiap bulan); memondok. Pada praktiknya, indekos adalah penyewaan kamar yang sudah dilengkapi dengan mebel-mebel di dalam kamar tersebut. Mengenai penyewaan kamar ini, kita dapat melihat pada ketentuan dalam Pasal 1586 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) : 
“Penyewaan kamar yang dilengkapi dengan mebel harus dianggap telah dilakukan untuk tahunan, bila dibuat atas pembayaran sejumlah uang tiap tahun; untuk bulanan, bila dibuat atas pembayaran sejumlah uang tiap bulan; untuk harian, bila dibuat atas pembayaran sejumlah uang tiap hari. Jika tidak ternyata bahwa penyewaan dibuat atas pembayaran sejumlah uang tiap tahun, tiap bulan atau tiap hari, maka penyewaan dianggap telah dibuat menurut kebiasaan setempat.”
 Pasal 1586 KUHPer ini termasuk ke dalam Bab VII tentang Sewa Menyewa. Ini berarti terhadap indekos juga berlaku pengaturan mengenai sewa menyewa. Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu (Pasal 1548 KUHPer). 
       Dalam pengaturan mengenai sewa menyewa, berdasarkan Pasal 1550 KUHPer, pihak yang menyewakan diwajibkan untuk:

1.   Menyerahkan barang yang disewakan kepada penyewa;
2.   Memelihara barang yang disewakan sedemikian, hingga barang itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan;
3.  Memberikan si penyewa kenikmatan yang tenteram daripada barang yang disewakan selama berlangsungnya sewa.  

Pada dasarnya, dalam ketentuan mengenai sewa menyewa tidak diatur mengenai tindakan kesewenangan penyewa terhadap orang yang menyewa yang dalam hal ini adalah pemilik indekos masuk kamar penghuni tanpa ada izin terlebih dahulu dari penyewa kamar itu. Akan tetapi pada prinsipnya penyewa kamar indekos tersebut memiliki hak untuk dapat menggunakan kamar yang ia sewa tanpa ada gangguan dari pihak manapun. 
Terkait tindakan pemilik indekos yang mengganggu itu, pertama-tama Anda harus melihat terlebih dahulu apakah sebelumnya telah diperjanjikan bahwa pemilik indekos dapat masuk ke kamar penyewa kamar indekos tanpa izin penyewa kamar. Jika tidak ada pengaturan demikian, maka Anda dapat membicarakan dengan baik-baik bahwa Anda merasa tidak nyaman dengan tindakan pemilik indekos. 
Jika cara tersebut tidak berhasil, Anda dapat melakukan gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum, yaitu bertentangan dengan hak orang lain. Dimana hak Anda adalah mendapatkan ketentraman dalam menikmati barang yang Anda sewa dan tidak untuk diganggu privasi Anda.  


2.      Bagaimana jika penyewa menghilang begitu saja, apakah berakhir masa sewanya?
Berdasarkan uraian Anda, kami berasumsi bahwa perjanjian sewa menyewa tersebut belum berakhir, dan si A dalam hal ini telah membayar uang sewa ruko kepada Anda sehingga secara materi Anda tidak dirugikan. 
Sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak yang lain itu. Demikian ketentuan Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”). Jadi, sewa menyewa tersebut pada dasarnya adalah perjanjian. Sebagaimana perjanjian pada umumnya, perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan dari kedua belah pihak (Pasal 1338 KUHPer). 
Dalam hal perjanjian sewa menyewa dibuat secara tertulis, perjanjian sewa menyewa berakhir bila jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian sewa telah lampau (Pasal 1570 KUHPer). Jika perjanjian sewa menyewa hanya secara lisan, maka sewa menyewa tersebut berakhir pada saat salah satu pihak memberitahukan kepada pihak yang lain bahwa ia hendak menghentikan sewanya (Pasal 1571 KUHPer). 
Ini berarti bahwa apabila perjanjian sewa menyewa antara Anda dan si A belum berakhir, maka Anda tidak berhak untuk menyewakan ruko kepada orang lain. Hal ini karena Anda sebagai orang yang menyewakan masih mempunyai kewajiban untuk memberikan hak kepada penyewa untuk menikmati barang yang disewakan itu dengan tenteram selama berlangsungnya sewa (Pasal 1550 KUHPer). 
Akan tetapi, perlu diingat bahwa dalam hukum perjanjian, para pihak boleh menambahkan ketentuan-ketentuan lain dalam suatu perjanjian. Sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya yang berjudul Hukum Perjanjian (hal. 13), hukum perjanjian menganut sistem terbuka, yang artinya hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.  
Selain itu, pasal-pasal dari hukum perjanjian merupakan apa yang dinamakan hukum pelengkap, yang berarti bahwa pasal-pasal itu boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian. Mereka diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal hukum perjanjian. Mereka diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian-perjanjian yang mereka adakan itu. 
Oleh karena itu, Anda perlu melihat lagi perjanjian sewa menyewa ruko antara Anda dan si A. Apakah ada atau tidak pasal-pasal yang mengatur mengenai hal-hal yang dilarang untuk dilakukan oleh penyewa yang dapat mengakibatkan perjanjian sewa menyewa berakhir sebelum jangka waktu yang diperjanjikan, misalnya, pasal mengenai apabila pihak penyewa melakukan tindakan melanggar hukum atau tidak diketahui keberadaannya selama jangka waktu yang diperjanjikan, maka perjanjian sewa akan berakhir.  
Jika ada pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang dilarang untuk dilakukan oleh si A yang dapat mengakibatkan berakhirnya perjanjian sewa menyewa, dan perkara yang menimpa A termasuk salah satu di dalamnya, maka Anda dapat mengakhiri perjanjian sewa menyewa dengan si A. Dengan berakhirnya perjanjian sewa menyewa Anda dengan si A, Anda dapat menyewakan ruko tersebut kepada pihak lain. 


3.      Jika penyewa pindah apakah uang sewa harus dikembalikan?
Kontrak rumah atau yang dikenal dengan sewa menyewa rumah, pada dasarnya adalah suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang disanggupi pembayarannya oleh pihak yang menyewa. 
Sebagai suatu perjanjian, maka sewa menyewa tidak dapat diakhiri sepihak. Ini karena suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak (Pasal 1338 ayat (2) KUHPer). 
Dalam Pasal 1570 KUHPer dikatakan bahwa jika sewa dibuat dengan tulisan, maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila waktu yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya suatu pemberhentian untuk itu. Akan tetapi jika sewa tidak dibuat dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan setelah salah satu pihak memberitahukan kepada pihak yang lain bahwa ia hendak menghentikan sewanya dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat (Pasal 1571 KUHPer). 
Karena di awal telah diasumsikan bahwa sewa menyewa dilakukan dengan perjanjian tertulis, maka sewa tidak berakhir sebelum jangka waktunya berakhir. Yang berarti bahwa selama perjanjian sewa menyewa tersebut masih berjalan, para pihak tidak dapat mengakhiri perjanjian sewa menyewa secara sepihak. 
Akan tetapi dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik (“PP 44/1994”), hubungan sewa menyewa dapat diputuskan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa menyewa jika salah satu pihak tidak menaati hak dan kewajiban para pihak sebagaimana disebutkan dalam dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10 PP 44/1994.
 Jika hubungan sewa menyewa diputuskan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa menyewa, sebagaimana terdapat dalam Pasal 11 PP 44/1994, maka:
a. Jika yang dirugikan pihak penyewa maka pemilik berkewajiban mengembalikan uang sewa;
b. Jika yang dirugikan pihak pemilik, maka penyewa berkewajiban mengembalikan rumah dengan baik seperti keadaan semula, dan tidak dapat meminta kembali uang sewa yang telah dibayarkan.

 Merujuk pada ketentuan Pasal 11 PP 44/1994, dapat kita lihat bahwa pihak yang menyewakan baru memiliki kewajiban untuk mengembalikan uang sewa jika terjadi pemutusan hubungan sewa yang diakibatkan oleh dilanggarnya hak dan kewajiban para pihak dan hal tersebut menimbulkan kerugian pada pihak penyewa. 
Dalam hal ini alasan penyewa memutuskan sewa tidak jelas, sehingga tidak dapat diketahui apakah pemutusan hubungan sewa menyewa itu karena dilanggarnya ketentuan hak dan kewajiban para pihak, dan apakah ada kerugian pada penyewa. Oleh karena itu, pihak yang menyewakan tidak punya kewajiban untuk mengembalikan uang sewa.

4.      Apakah rumah sewa harus dikembalikan seperti semula?
Kontrak rumah atau yang dikenal dengan sewa menyewa rumah, pada dasarnya adalah suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang disanggupi pembayarannya oleh pihak yang menyewa. 
Sebagai suatu perjanjian, maka sewa menyewa tidak dapat diakhiri sepihak. Ini karena suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak (Pasal 1338 ayat (2) KUHPer). 
Dalam Pasal 1570 KUHPer dikatakan bahwa jika sewa dibuat dengan tulisan, maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila waktu yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya suatu pemberhentian untuk itu. Akan tetapi jika sewa tidak dibuat dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan setelah salah satu pihak memberitahukan kepada pihak yang lain bahwa ia hendak menghentikan sewanya dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat (Pasal 1571 KUHPer). 
Karena di awal telah diasumsikan bahwa sewa menyewa dilakukan dengan perjanjian tertulis, maka sewa tidak berakhir sebelum jangka waktunya berakhir. Yang berarti bahwa selama perjanjian sewa menyewa tersebut masih berjalan, para pihak tidak dapat mengakhiri perjanjian sewa menyewa secara sepihak.
Akan tetapi dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik (“PP 44/1994”), hubungan sewa menyewa dapat diputuskan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa menyewa jika salah satu pihak tidak menaati hak dan kewajiban para pihak sebagaimana disebutkan dalam dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10 PP 44/1994.  

Jika hubungan sewa menyewa diputuskan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa menyewa, sebagaimana terdapat dalam Pasal 11 PP 44/1994, maka:

a.  jika yang dirugikan pihak penyewa maka pemilik berkewajiban mengembalikan uang sewa;
b.  jika yang dirugikan pihak pemilik, maka penyewa berkewajiban mengembalikan rumah dengan baik seperti keadaan semula, dan tidak dapat meminta kembali uang sewa yang telah dibayarkan. 

Merujuk pada ketentuan Pasal 11 PP 44/1994, dapat kita lihat bahwa pihak yang menyewakan baru memiliki kewajiban untuk mengembalikan uang sewa jika terjadi pemutusan hubungan sewa yang diakibatkan oleh dilanggarnya hak dan kewajiban para pihak dan hal tersebut menimbulkan kerugian pada pihak penyewa. 
Dalam hal ini alasan penyewa memutuskan sewa tidak jelas, sehingga tidak dapat diketahui apakah pemutusan hubungan sewa menyewa itu karena dilanggarnya ketentuan hak dan kewajiban para pihak, dan apakah ada kerugian pada penyewa. Oleh karena itu, pihak yang menyewakan tidak punya kewajiban untuk mengembalikan uang sewa.
 

Semoga ulasan ini bermanfaat bagi DaGakers yang terhormat, salam bahagia dan jangan lupa mampir ke RM. Dapoer Glagah Yogyakarta ya ….