Cari Blog Ini :

Minggu, 18 Mei 2014

Pengetahuan Mengenai Hukum Sewa-Menyewa (Bagian 1)


Hai DaGakers,
Salam Semangat dan semoga Tuhan selalu memberkati anda dimanapun anda berada. Ini adalah sharing pertama mengenai hukum sewa-menyewa berdasarkan kompilasi  dari berbagai case seperti kost-kost-an sampai dengan kontrak rumah/mall/dll dengan narasumber yang sama, sebagai berikut:
1.      Bagaimana jika harga sewa dinaikkan secara sepihak oleh si pemilik?
Pada dasarnya, sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak. Demikian ketentuan Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”). Lebih rinci mengenai sewa menyewa rumah, dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Bukan Oleh Pemilik (“PP 44/1994”). 
Berdasarkan syarat perjanjian yang terdapat dalam KUHPer, dapat kita simpulkan bahwa perjanjian sewa menyewa tidak perlu dibuat dalam bentuk tertulis. Ini karena pada dasarnya perjanjian tidak disyaratkan untuk dibuat secara tertulis. Sebagaimana terdapat dalam Pasal 1320 KUHPer, perjanjian adalah sah jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.   kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2.   kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3.   suatu pokok persoalan tertentu;
4.   suatu sebab yang tidak terlarang.
Akan tetapi dalam Pasal 4 ayat (1) PP 44/1994, penghunian rumah dengan cara sewa menyewa didasarkan kepada suatu perjanjian tertulis antara pemilik dan penyewa. Dalam perjanjian tertulis tersebut sekurang-kurangnya mencantumkan ketentuan mengenai hak dan kewajiban, jangka waktu sewa, dan besarnya harga sewa (Pasal 4 ayat (2) PP 44/1994). Namun tak ada sanksi atas pelanggaran ketentuan ini. Karena dalam hal ini Anda mengatakan tidak ada perjanjian tertulis maka kembali lagi kepada pengaturan mengenai perjanjian yang terdapat dalam KUHPer.  
Sebagaimana layaknya perjanjian, berdasarkan Pasal 1338 KUHPer, perjanjian sewa menyewa bangunan secara lisan tersebut selama dibuat secara sah (memenuhi syarat sah perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPer), berlaku bagi undang-undang untuk mereka yang membuatnya dan tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan sepakat kedua belah pihak. Ini berarti isi dari perjanjian yang sah tersebut mengikat kedua belah pihak. Hal ini juga sejalan dengan rumusan dalam Pasal 17 PP 44/1994. Jika harga sewa ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pemilik dengan penyewa, maka perubahan atas harga sewa juga harus disepakati oleh pemilik dan penyewa. 
Akan tetapi, sebelumnya Anda harus melihat terlebih dahulu apakah pada saat perjanjian lisan tersebut dilakukan, pemilik bangunan mengatur mengenai perubahan harga sewa yang mungkin dapat terjadi sewaktu-waktu. Jika tidak, maka harga sewa yang telah disepakati pada awal perjanjian mengikat para pihak dan pemilik bangunan tidak dapat mengubah harga sewa tanpa persetujuan penyewa.
Sebaliknya, jika mengenai kenaikan harga sewa sewaktu-waktu tersebut memang telah diperjanjikan oleh pemilik dan penyewa pada saat melakukan perjanjian sewa, maka pemilik bangunan dapat menaikkan harga sewa tersebut. 
Sebagai contoh, Anda dapat melihat pada Putusan Mahkamah AgungNo. 2506 K/Pdt/2005. Dalam putusan ini, Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan tindakan PT Pantjoran Indah Murni menaikkan harga sewa secara sepihak kepada Sulaiman Iwan adalah sebuah perbuatan melawan hukum. Akibatnya, kenaikan harga yang ditetapkan secara sepihak tersebut adalah tidak sah dan mengikat. 

2.      Bolehkan menyewakan ulang rumah sewaan?
Ketentuan mengenai sewa rumah secara lebih spesifik dapat kita temui dalam PP No. 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik (“PP 44/1994”). Dalam Pasal 9 ayat (1) PP 44/1994 ditentukan bahwa penyewa dengan cara apapun dilarang menyewakan kembali dan atau memindahkan hak penghunian atas rumah yang disewanya kepada pihak ketiga tanpa izin tertulis dari pemilik. Dan apabila Anda menyewakan rumah tersebut tanpa persetujuan tertulis dari pemilik rumah tersebut, maka hubungan sewa menyewa dapat diputuskan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa-menyewa dan penyewa berkewajiban mengembalikan rumah dengan baik seperti keadaan semula, dan tidak dapat meminta kembali uang sewa yang telah dibayarkan (lihat Pasal 11 ayat [1] huruf b PP 44/1994).
Ketentuan tersebut di atas sesuai dengan ketentuan Pasal 1559 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) yang menyatakan bahwa penyewa, jika tidak diizinkan, tidak boleh menyalahgunakan barang yang disewanya atau melepaskan sewanya kepada orang lain, atas ancaman pembatalan persetujuan sewa dan penggantian biaya, kerugian dan bunga sedangkan pihak yang menyewakan, setelah pembatalan itu, tidak wajib menaati persetujuan ulang sewa itu. Jika yang disewa itu berupa sebuah rumah yang didiami sendiri oleh penyewa, maka dapatlah ia atas tanggung jawab sendiri menyewakan sebagian kepada orang lain jika hak itu tidak dilarang dalam persetujuan.
Dengan demikian, Anda dapat saja menyewakan kembali rumah sewaan tersebut kepada pihak lain sepanjang telah mendapat persetujuan tertulis atau tercantum dalam perjanjian sewa-menyewa antara Anda dengan pemilik rumah. Tetapi, jika hal tersebut secara tegas dilarang dalam perjanjian dan/atau tidak mendapat persetujuan dari pemilik rumah, maka Anda tidak boleh menyewakan kembali rumah sewaan tersebut. Apabila Anda tetap menyewakan kembali rumah tersebut, perjanjian sewa menyewa antara Anda dan pemilik rumah akan terancam dapat diputuskan sebelum berakhirnya masa sewa.
Prinsip umum yang menjadi dasar dari boleh atau tidaknya Anda menyewakan kembali rumah sewaan tersebut sebenarnya kembali pada prinsip konsensualitas (kesepakatan). Sepanjang disepakati bersama dan memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian, tanpa adanya paksaan, penipuan maupun kekhilafan, maka Anda dapat menyewakan kembali rumah tersebut (lihat Pasal 1321 KUHPerdata). Lebih jauh simak artikel Keberlakuan Perjanjian Kerja Sama. Sedangkan, terkait dengan rencana Anda untuk menyewakan kembali rumah sewaan, haruslah ada persetujuan tertulis dari pemilik rumah sebelum Anda dapat menyewakannya kembali.
Dasar hukum:
1.  Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)
(Sumber: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4df69f2948d23/bolehkah-menyewakan-kembali-rumah-sewaan?)

3.      Bagaimana hak-hak penyewa toko jika bangunan (mall) di renovasi?
Dasar hukum dari sewa-menyewa diatur dalam Pasal 1548-1600 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”). Adapun definisi Sewa-Menyewa menurut Pasal 1548 KUH Perdata (terjemahan R. Subekti dan R. Tjitrosudibio), adalah sebagai berikut:
Sewa-menyewa ialah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya.”
Oleh karena Sewa-Menyewa adalah suatu perjanjian, maka dianutlah asas kebebasan berkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1338 KUH Perdata (beginsel der contractsvrijheid). Artinya segala sesuatu yang menyangkut hak dan kewajiban, serta kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi selama perjanjian Sewa-Menyewa tersebut dilaksanakan, sudah diperjanjikan/disepakati sebelumnya oleh Para Pihak dalam Perjanjian Sewa-Menyewa tersebut. Namun demikian, dalam praktik yang ada, biasanya pihak yang menyewakan sudah mempersiapkan draft Perjanjian Sewa-Menyewa yang klausula-klausulanya sudah ditentukan lebih dahulu oleh pihak yang menyewakan, tanpa melibatkan calon penyewa.
Sayangnya dalam pertanyaan ini, Anda tidak menginformasikan klausula-klausula dalam Perjanjian Sewa-Menyewa tersebut yang terkait langsung dengan permasalahan Anda yaitu mengenai adanya rencana renovasi total dari mall tersebut. Namun demikian, jika kita berpijak pada ketentuan Sewa-Menyewa yang ada di KUH Perdata, maka ada beberapa pasal yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk permasalahan Anda, yaitu: 
Pasal 1550 ayat (3) KUH Perdata:
Pihak yang menyewakan diwajibkan karena sifat perjanjian, dan dengan tak perlu adanya sesuatu janji untuk itu:
1.   …;
2.   …;
3. Memberikan si penyewa kenikmatan yang tenteram daripada barang yang disewakan selama berlangsungnya sewa. 

Pasal 1554 KUH Perdata
Pihak yang menyewakan tidak diperkenankan selama waktu sewa mengubah ujud maupun tataan barang yang disewakan. 
Pasal 1555 KUH Perdata
Jika selama waktu sewa, pada barang yang disewakan terpaksa diadakan pembetulan-pembetulan, yang tidak dapat menunggu sampai berakhirnya sewa, maka si penyewa harus menerimanya, betapa pun kesusahan yang disebabkannya, dan meskipun ia selama dilakukannya pembetulan-pembetulan itu terpaksa kehilangan sebagian dari barang yang disewakan.Tetapi jika pembetulan-pembetulan ini berlangsung lebih lama dari empat puluh hari, maka harga sewa harus dikurangi menurut imbangan waktu dan bahagian dari barang yang disewakan yang tidak dapat dipakai oleh si penyewa.
Jika pembetulan-pembetulan sedemikian sifatnya, hingga barang yang disewakan, yang perlu ditempati oleh si penyewa dan keluarganya, tidak dapat didiami, maka si penyewa dapat memutuskan sewanya.
Menjawab pertanyaan pokok Anda, dalam hal pihak pengelola mall berencana untuk melakukan renovasi total atas mall tersebut, sudah seharusnya pihak pengelola mall menginformasikan/mensosialisasikan rencana dan perkiraan waktu dan kondisi-kondisi yang mungkin dapat terjadi dalam renovasi mall tersebut kepada Anda selaku penyewa (tenant),. Serta tetap menjamin bahwa meskipun kegiatan renovasi total tersebut dilaksanakan, Anda selaku penyewa dari salah unit toko dalam mall tersebut tetap dapat menjalankan kegiatan usaha Anda.
Dengan demikian apabila ada hak dan kepentingan hukum Anda selaku penyewa yang terganggu dengan adanya renovasi total dari mall tersebut, maka Anda selaku penyewa berhak untuk meminta penjelasan dan tanggung jawab dari pengelola mall tersebut, baik dengan berpedoman dengan Perjanjian Sewa-Menyewa yang sudah disepakati para pihak maupun hal-hal yang diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang (Vide: Pasal 1339 KUH Perdata).
4.      Apakah penyewa rumah harus pindah, jika rumah di jual oleh pemiliknya?
Menurut Pasal 1575 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), perjanjian sewa tidak hapus dengan meninggalnya pihak yang menyewakan ataupun pihak yang menyewa. Ini berarti bahwa sewa menyewa tersebut tetap berlangsung dan orang tua Anda sebagai ahli waris dari nenek Anda berhak untuk tetap tinggal di rumah tersebut hingga masa sewanya berakhir. 
Mengenai penjualan rumah yang sedang disewakan kepada orang lain, penjualan ini tidak menghapuskan sewa yang masih berjalan (Pasal 1576 ayat 1] KUHPer). Akan tetapi, sewa menyewa bisa diputuskan, jika sebelumnya telah diperjanjikan bahwa jika rumah dijual maka sewa menyewa putus.
Jika telah diperjanjikan sebelumnya bahwa penjualan rumah akan menghentikan sewa, maka penyewa tidak berhak menuntut ganti rugi. Akan tetapi, jika tidak diperjanjikan sebelumnya, maka si penyewa berhak meminta ganti rugi jika ia diwajibkan untuk mengosongkan rumah. Jika ganti rugi belum diberikan, maka penyewa berhak untuk tetap tinggal di rumah tersebut (Pasal 1576 ayat [2] KUHPer). 
Yang dapat Anda lakukan adalah membicarakan baik-baik mengenai hal tersebut kepada si pemilik rumah bahwa memang Anda masih berhak untuk tinggal di rumah tersebut atas dasar sewa yang dilakukan oleh nenek Anda. Jika cara kekeluargaan tidak dapat digunakan dan si pemilik mulai melakukan hal-hal yang merugikan Anda, Anda dapat melakukan gugatan perdata. Anda dapat menggugat atas dasar wanprestasi karena pemilik rumah sebagai pemberi sewa tidak memenuhi perjanjian sewa menyewa (Pasal 1243 KUHPer).  

Semoga ulasan bagian ke-1 ini bermanfaat bagi DaGakers yang terhormat, untuk ulasan lanjutan bagian ke-2 menyusul bulan depan Da.

Salam super bahagia dan jangan lupa mampir ke RM. Dapoer Glagah Yogyakarta ya ….