Salam Semangat dan semoga Tuhan selalu memberkati anda
dimanapun anda berada. Ini adalah sharing ke dua mengenai hukum sewa-menyewa
seperti kost-kost-an sampai dengan kontrak rumah/mall/dll berdasarkan kompilasi
dari beberapa case dengan narasumber yang sama:
1.
Bolehkan pemilik kost masuk ke kamar penyewa kost
tanpa ijin?
Sebelumnya, perlu kita ketahui bahwa kost atau yang berdasarkan Kamus Besar Bahasa
Indonesia disebut juga dengan indekos memiliki arti tinggal di rumah
orang lain dengan atau tanpa makan (dng membayar setiap bulan); memondok. Pada
praktiknya, indekos adalah penyewaan kamar yang sudah dilengkapi dengan
mebel-mebel di dalam kamar tersebut. Mengenai penyewaan kamar ini, kita dapat
melihat pada ketentuan dalam Pasal 1586 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) :
“Penyewaan kamar yang dilengkapi dengan mebel harus dianggap telah
dilakukan untuk tahunan, bila dibuat atas pembayaran sejumlah uang tiap tahun;
untuk bulanan, bila dibuat atas pembayaran sejumlah uang tiap bulan; untuk
harian, bila dibuat atas pembayaran sejumlah uang tiap hari. Jika tidak
ternyata bahwa penyewaan dibuat atas pembayaran sejumlah uang tiap tahun, tiap
bulan atau tiap hari, maka penyewaan dianggap telah dibuat menurut kebiasaan
setempat.”
Pasal 1586 KUHPer ini termasuk ke
dalam Bab VII tentang Sewa Menyewa. Ini berarti terhadap indekos juga berlaku
pengaturan mengenai sewa menyewa. Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan
mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang
kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga
yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu (Pasal 1548 KUHPer).
Dalam pengaturan mengenai sewa menyewa, berdasarkan Pasal 1550
KUHPer, pihak yang menyewakan diwajibkan untuk:
1. Menyerahkan barang yang disewakan
kepada penyewa;
2. Memelihara barang yang disewakan
sedemikian, hingga barang itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan;
3. Memberikan si penyewa kenikmatan
yang tenteram daripada barang yang disewakan selama berlangsungnya sewa.
Pada dasarnya, dalam ketentuan mengenai sewa menyewa tidak diatur
mengenai tindakan kesewenangan penyewa terhadap orang yang menyewa yang dalam
hal ini adalah pemilik indekos masuk kamar penghuni tanpa ada izin terlebih
dahulu dari penyewa kamar itu. Akan tetapi pada prinsipnya penyewa kamar
indekos tersebut memiliki hak untuk dapat menggunakan kamar yang ia sewa tanpa
ada gangguan dari pihak manapun.
Terkait tindakan pemilik indekos yang mengganggu itu, pertama-tama
Anda harus melihat terlebih dahulu apakah sebelumnya telah diperjanjikan bahwa
pemilik indekos dapat masuk ke kamar penyewa kamar indekos tanpa izin penyewa
kamar. Jika tidak ada pengaturan demikian, maka Anda dapat membicarakan dengan
baik-baik bahwa Anda merasa tidak nyaman dengan tindakan pemilik indekos.
Jika cara tersebut tidak berhasil, Anda dapat melakukan gugatan
atas dasar perbuatan melawan hukum, yaitu bertentangan dengan hak orang lain.
Dimana hak Anda adalah mendapatkan ketentraman dalam menikmati barang yang Anda
sewa dan tidak untuk diganggu privasi Anda.
2.
Bagaimana jika penyewa menghilang begitu saja, apakah
berakhir masa sewanya?
Berdasarkan uraian Anda, kami berasumsi bahwa perjanjian sewa
menyewa tersebut belum berakhir, dan si A dalam hal ini telah membayar uang
sewa ruko kepada Anda sehingga secara materi Anda tidak dirugikan.
Sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu
mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang
lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh
pihak yang lain itu. Demikian ketentuan Pasal 1548 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”). Jadi, sewa menyewa tersebut
pada dasarnya adalah perjanjian. Sebagaimana perjanjian pada umumnya,
perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan dari kedua
belah pihak (Pasal 1338 KUHPer).
Dalam hal perjanjian sewa menyewa dibuat secara tertulis,
perjanjian sewa menyewa berakhir bila jangka waktu yang ditentukan dalam
perjanjian sewa telah lampau (Pasal 1570 KUHPer). Jika perjanjian sewa
menyewa hanya secara lisan, maka sewa menyewa tersebut berakhir pada saat salah
satu pihak memberitahukan kepada pihak yang lain bahwa ia hendak menghentikan
sewanya (Pasal 1571 KUHPer).
Ini berarti bahwa apabila perjanjian sewa menyewa antara Anda dan
si A belum berakhir, maka Anda tidak berhak untuk menyewakan ruko kepada orang
lain. Hal ini karena Anda sebagai orang yang menyewakan masih mempunyai
kewajiban untuk memberikan hak kepada penyewa untuk menikmati barang yang
disewakan itu dengan tenteram selama berlangsungnya sewa (Pasal 1550 KUHPer).
Akan tetapi, perlu diingat bahwa dalam hukum perjanjian, para
pihak boleh menambahkan ketentuan-ketentuan lain dalam suatu perjanjian.
Sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya yang
berjudul Hukum Perjanjian (hal. 13), hukum perjanjian menganut sistem
terbuka, yang artinya hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya
kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan
tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.
Selain itu, pasal-pasal dari hukum perjanjian merupakan apa yang
dinamakan hukum pelengkap, yang berarti bahwa pasal-pasal itu boleh
disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian.
Mereka diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal
hukum perjanjian. Mereka diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka
dalam perjanjian-perjanjian yang mereka adakan itu.
Oleh karena itu, Anda perlu melihat lagi perjanjian sewa menyewa
ruko antara Anda dan si A. Apakah ada atau tidak pasal-pasal yang mengatur
mengenai hal-hal yang dilarang untuk dilakukan oleh penyewa yang dapat
mengakibatkan perjanjian sewa menyewa berakhir sebelum jangka waktu yang
diperjanjikan, misalnya, pasal mengenai apabila pihak penyewa melakukan
tindakan melanggar hukum atau tidak diketahui keberadaannya selama jangka waktu
yang diperjanjikan, maka perjanjian sewa akan berakhir.
Jika ada pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang dilarang untuk
dilakukan oleh si A yang dapat mengakibatkan berakhirnya perjanjian sewa
menyewa, dan perkara yang menimpa A termasuk salah satu di dalamnya, maka Anda
dapat mengakhiri perjanjian sewa menyewa dengan si A. Dengan berakhirnya
perjanjian sewa menyewa Anda dengan si A, Anda dapat menyewakan ruko tersebut
kepada pihak lain.
3.
Jika penyewa pindah apakah uang sewa harus
dikembalikan?
Kontrak rumah atau yang dikenal dengan sewa menyewa rumah, pada
dasarnya adalah suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1548 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), sewa menyewa adalah suatu
perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan
kepada pihak lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu
dan dengan pembayaran suatu harga, yang disanggupi pembayarannya oleh pihak yang
menyewa.
Sebagai suatu perjanjian, maka sewa menyewa tidak dapat diakhiri
sepihak. Ini karena suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan
sepakat kedua belah pihak (Pasal 1338 ayat (2) KUHPer).
Dalam Pasal 1570 KUHPer dikatakan bahwa jika sewa dibuat
dengan tulisan, maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila waktu yang
ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya suatu pemberhentian untuk itu.
Akan tetapi jika sewa tidak dibuat dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir
pada waktu yang ditentukan, melainkan setelah salah satu pihak memberitahukan
kepada pihak yang lain bahwa ia hendak menghentikan sewanya dengan mengindahkan
tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat (Pasal 1571 KUHPer).
Karena di awal telah diasumsikan bahwa sewa menyewa dilakukan
dengan perjanjian tertulis, maka sewa tidak berakhir sebelum jangka waktunya
berakhir. Yang berarti bahwa selama perjanjian sewa menyewa tersebut masih
berjalan, para pihak tidak dapat mengakhiri perjanjian sewa menyewa secara
sepihak.
Akan tetapi dalam Pasal 11 Peraturan
Pemerintah No. 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik
(“PP 44/1994”), hubungan sewa menyewa dapat diputuskan sebelum berakhirnya
jangka waktu sewa menyewa jika salah satu pihak tidak menaati hak dan kewajiban
para pihak sebagaimana disebutkan dalam dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal
9, dan Pasal 10 PP 44/1994.
Jika hubungan sewa menyewa diputuskan
sebelum berakhirnya jangka waktu sewa menyewa, sebagaimana terdapat dalam Pasal
11 PP 44/1994, maka:
a. Jika
yang dirugikan pihak penyewa maka pemilik berkewajiban mengembalikan uang sewa;
b. Jika
yang dirugikan pihak pemilik, maka penyewa berkewajiban mengembalikan rumah
dengan baik seperti keadaan semula, dan tidak dapat meminta kembali uang sewa
yang telah dibayarkan.
Merujuk pada ketentuan Pasal 11 PP
44/1994, dapat kita lihat bahwa pihak yang menyewakan baru memiliki kewajiban
untuk mengembalikan uang sewa jika terjadi pemutusan hubungan sewa yang
diakibatkan oleh dilanggarnya hak dan kewajiban para pihak dan hal tersebut
menimbulkan kerugian pada pihak penyewa.
Dalam hal ini alasan penyewa memutuskan sewa tidak jelas, sehingga tidak dapat diketahui apakah pemutusan hubungan sewa menyewa itu karena dilanggarnya ketentuan hak dan kewajiban para pihak, dan apakah ada kerugian pada penyewa. Oleh karena itu, pihak yang menyewakan tidak punya kewajiban untuk mengembalikan uang sewa.
Dalam hal ini alasan penyewa memutuskan sewa tidak jelas, sehingga tidak dapat diketahui apakah pemutusan hubungan sewa menyewa itu karena dilanggarnya ketentuan hak dan kewajiban para pihak, dan apakah ada kerugian pada penyewa. Oleh karena itu, pihak yang menyewakan tidak punya kewajiban untuk mengembalikan uang sewa.
4.
Apakah rumah sewa harus dikembalikan seperti semula?
Kontrak rumah atau yang dikenal dengan sewa menyewa rumah, pada
dasarnya adalah suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1548 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), sewa menyewa adalah suatu
perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan
kepada pihak lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu
dan dengan pembayaran suatu harga, yang disanggupi pembayarannya oleh pihak
yang menyewa.
Sebagai suatu perjanjian, maka sewa menyewa tidak dapat diakhiri
sepihak. Ini karena suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan
sepakat kedua belah pihak (Pasal 1338 ayat (2) KUHPer).
Dalam Pasal 1570 KUHPer dikatakan bahwa jika sewa dibuat
dengan tulisan, maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila waktu yang
ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya suatu pemberhentian untuk itu.
Akan tetapi jika sewa tidak dibuat dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir
pada waktu yang ditentukan, melainkan setelah salah satu pihak memberitahukan
kepada pihak yang lain bahwa ia hendak menghentikan sewanya dengan mengindahkan
tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat (Pasal 1571 KUHPer).
Karena di awal telah diasumsikan bahwa sewa menyewa dilakukan
dengan perjanjian tertulis, maka sewa tidak berakhir sebelum jangka waktunya
berakhir. Yang berarti bahwa selama perjanjian sewa menyewa tersebut masih
berjalan, para pihak tidak dapat mengakhiri perjanjian sewa menyewa secara
sepihak.
Akan tetapi dalam Pasal 11 Peraturan
Pemerintah No. 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik
(“PP 44/1994”), hubungan sewa menyewa dapat diputuskan sebelum berakhirnya
jangka waktu sewa menyewa jika salah satu pihak tidak menaati hak dan kewajiban
para pihak sebagaimana disebutkan dalam dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal
9, dan Pasal 10 PP 44/1994.
Jika hubungan sewa menyewa diputuskan sebelum berakhirnya jangka
waktu sewa menyewa, sebagaimana terdapat dalam Pasal 11 PP 44/1994, maka:
a. jika
yang dirugikan pihak penyewa maka pemilik berkewajiban mengembalikan uang sewa;
b. jika
yang dirugikan pihak pemilik, maka penyewa berkewajiban mengembalikan rumah
dengan baik seperti keadaan semula, dan tidak dapat meminta kembali uang sewa
yang telah dibayarkan.
Merujuk pada ketentuan Pasal 11 PP 44/1994, dapat kita lihat bahwa
pihak yang menyewakan baru memiliki kewajiban untuk mengembalikan uang sewa
jika terjadi pemutusan hubungan sewa yang diakibatkan oleh dilanggarnya hak dan
kewajiban para pihak dan hal tersebut menimbulkan kerugian pada pihak penyewa.
Dalam hal ini alasan penyewa memutuskan sewa tidak jelas, sehingga
tidak dapat diketahui apakah pemutusan hubungan sewa menyewa itu karena
dilanggarnya ketentuan hak dan kewajiban para pihak, dan apakah ada kerugian
pada penyewa. Oleh karena itu, pihak yang menyewakan tidak punya kewajiban
untuk mengembalikan uang sewa.
Semoga ulasan ini bermanfaat bagi DaGakers yang terhormat, salam bahagia
dan jangan lupa mampir ke RM. Dapoer Glagah Yogyakarta ya ….