Hai DaGakers,
Salam Semangat dan semoga Tuhan selalu memberkati anda
dimanapun anda berada. Ini adalah sharing pertama mengenai hukum
sewa-menyewa berdasarkan kompilasi dari berbagai case seperti kost-kost-an sampai dengan kontrak rumah/mall/dll dengan narasumber yang sama, sebagai berikut:
1.
Bagaimana jika harga sewa dinaikkan secara sepihak
oleh si pemilik?
Pada dasarnya, sewa
menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri
untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu
tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut
terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap
maupun yang bergerak. Demikian ketentuan Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (“KUHPer”). Lebih rinci mengenai sewa menyewa rumah, dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah No. 44
Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Bukan Oleh Pemilik (“PP 44/1994”).
Berdasarkan syarat
perjanjian yang terdapat dalam KUHPer, dapat kita simpulkan bahwa perjanjian
sewa menyewa tidak perlu dibuat dalam bentuk tertulis. Ini karena pada dasarnya
perjanjian tidak disyaratkan untuk dibuat secara tertulis. Sebagaimana terdapat
dalam Pasal 1320 KUHPer, perjanjian adalah sah jika memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1. kesepakatan mereka
yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk
membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok
persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang
tidak terlarang.
Akan tetapi dalam Pasal
4 ayat (1) PP 44/1994, penghunian rumah dengan cara sewa menyewa didasarkan
kepada suatu perjanjian tertulis antara pemilik dan penyewa. Dalam perjanjian
tertulis tersebut sekurang-kurangnya mencantumkan ketentuan mengenai hak dan
kewajiban, jangka waktu sewa, dan besarnya harga sewa (Pasal 4 ayat (2) PP
44/1994). Namun tak ada sanksi atas pelanggaran ketentuan ini. Karena
dalam hal ini Anda mengatakan tidak ada perjanjian tertulis maka kembali lagi
kepada pengaturan mengenai perjanjian yang terdapat dalam KUHPer.
Sebagaimana
layaknya perjanjian, berdasarkan Pasal 1338 KUHPer, perjanjian sewa
menyewa bangunan secara lisan tersebut selama dibuat secara sah (memenuhi
syarat sah perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPer), berlaku bagi undang-undang
untuk mereka yang membuatnya dan tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan
sepakat kedua belah pihak. Ini berarti isi dari perjanjian yang sah tersebut
mengikat kedua belah pihak. Hal ini juga sejalan dengan rumusan dalam Pasal 17
PP 44/1994. Jika harga sewa ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pemilik
dengan penyewa, maka perubahan atas harga sewa juga harus disepakati oleh
pemilik dan penyewa.
Akan tetapi,
sebelumnya Anda harus melihat terlebih dahulu apakah pada saat perjanjian lisan
tersebut dilakukan, pemilik bangunan mengatur mengenai perubahan harga sewa
yang mungkin dapat terjadi sewaktu-waktu. Jika tidak, maka harga sewa yang
telah disepakati pada awal perjanjian mengikat para pihak dan pemilik bangunan
tidak dapat mengubah harga sewa tanpa persetujuan penyewa.
Sebaliknya, jika
mengenai kenaikan harga sewa sewaktu-waktu tersebut memang telah diperjanjikan
oleh pemilik dan penyewa pada saat melakukan perjanjian sewa, maka pemilik
bangunan dapat menaikkan harga sewa tersebut.
Sebagai contoh,
Anda dapat melihat pada Putusan Mahkamah AgungNo. 2506 K/Pdt/2005. Dalam putusan ini, Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Barat dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan tindakan PT
Pantjoran Indah Murni menaikkan harga sewa secara sepihak kepada Sulaiman Iwan
adalah sebuah perbuatan melawan hukum. Akibatnya, kenaikan harga yang
ditetapkan secara sepihak tersebut adalah tidak sah dan mengikat.
(Sumber: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4df69f2948d23/bolehkah-menyewakan-kembali-rumah-sewaan)
2.
Bolehkan menyewakan ulang rumah sewaan?
Ketentuan mengenai
sewa rumah secara lebih spesifik dapat kita temui dalam PP No. 44 Tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Oleh
Bukan Pemilik (“PP 44/1994”).
Dalam Pasal 9 ayat (1) PP 44/1994 ditentukan bahwa penyewa dengan cara
apapun dilarang menyewakan kembali dan atau memindahkan hak penghunian atas
rumah yang disewanya kepada pihak ketiga tanpa izin tertulis dari pemilik.
Dan apabila Anda menyewakan rumah tersebut tanpa persetujuan tertulis dari
pemilik rumah tersebut, maka hubungan sewa menyewa dapat diputuskan sebelum
berakhirnya jangka waktu sewa-menyewa dan penyewa berkewajiban mengembalikan
rumah dengan baik seperti keadaan semula, dan tidak dapat meminta kembali uang
sewa yang telah dibayarkan (lihat Pasal 11 ayat [1] huruf b PP 44/1994).
Ketentuan tersebut
di atas sesuai dengan ketentuan Pasal 1559 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) yang menyatakan
bahwa penyewa, jika tidak diizinkan, tidak boleh menyalahgunakan barang yang
disewanya atau melepaskan sewanya kepada orang lain, atas ancaman pembatalan
persetujuan sewa dan penggantian biaya, kerugian dan bunga sedangkan pihak yang
menyewakan, setelah pembatalan itu, tidak wajib menaati persetujuan ulang sewa
itu. Jika yang disewa itu berupa sebuah rumah yang didiami sendiri oleh
penyewa, maka dapatlah ia atas tanggung jawab sendiri menyewakan sebagian
kepada orang lain jika hak itu tidak dilarang dalam persetujuan.
Dengan demikian,
Anda dapat saja menyewakan kembali rumah sewaan tersebut kepada pihak lain
sepanjang telah mendapat persetujuan tertulis atau tercantum dalam perjanjian
sewa-menyewa antara Anda dengan pemilik rumah. Tetapi, jika hal tersebut secara
tegas dilarang dalam perjanjian dan/atau tidak mendapat persetujuan dari
pemilik rumah, maka Anda tidak boleh menyewakan kembali rumah sewaan tersebut.
Apabila Anda tetap menyewakan kembali rumah tersebut, perjanjian sewa menyewa
antara Anda dan pemilik rumah akan terancam dapat diputuskan sebelum
berakhirnya masa sewa.
Prinsip umum yang
menjadi dasar dari boleh atau tidaknya Anda menyewakan kembali rumah sewaan
tersebut sebenarnya kembali pada prinsip konsensualitas (kesepakatan).
Sepanjang disepakati bersama dan memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian,
tanpa adanya paksaan, penipuan maupun kekhilafan, maka Anda dapat menyewakan
kembali rumah tersebut (lihat Pasal 1321 KUHPerdata). Lebih jauh simak
artikel Keberlakuan Perjanjian Kerja Sama. Sedangkan, terkait dengan rencana Anda untuk menyewakan kembali rumah
sewaan, haruslah ada persetujuan tertulis dari pemilik rumah
sebelum Anda dapat menyewakannya kembali.
Dasar hukum:
(Sumber: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4df69f2948d23/bolehkah-menyewakan-kembali-rumah-sewaan?)
3.
Bagaimana hak-hak penyewa toko jika bangunan (mall) di
renovasi?
Dasar hukum dari sewa-menyewa diatur dalam Pasal
1548-1600 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH
Perdata”). Adapun definisi Sewa-Menyewa menurut Pasal 1548 KUH Perdata
(terjemahan R. Subekti dan R. Tjitrosudibio), adalah sebagai berikut:
“Sewa-menyewa ialah suatu perjanjian,
dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak
yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan
dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu
disanggupi pembayarannya.”
Oleh karena Sewa-Menyewa adalah suatu perjanjian,
maka dianutlah asas kebebasan berkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1338 KUH Perdata (beginsel der contractsvrijheid). Artinya segala
sesuatu yang menyangkut hak dan kewajiban, serta kemungkinan-kemungkinan yang
akan terjadi selama perjanjian Sewa-Menyewa tersebut dilaksanakan, sudah diperjanjikan/disepakati
sebelumnya oleh Para Pihak dalam Perjanjian Sewa-Menyewa tersebut. Namun
demikian, dalam praktik yang ada, biasanya pihak yang menyewakan sudah
mempersiapkan draft Perjanjian Sewa-Menyewa yang klausula-klausulanya sudah
ditentukan lebih dahulu oleh pihak yang menyewakan, tanpa melibatkan calon
penyewa.
Sayangnya dalam pertanyaan ini, Anda tidak
menginformasikan klausula-klausula dalam Perjanjian Sewa-Menyewa tersebut yang
terkait langsung dengan permasalahan Anda yaitu mengenai adanya rencana
renovasi total dari mall tersebut. Namun demikian, jika kita berpijak pada
ketentuan Sewa-Menyewa yang ada di KUH Perdata, maka ada beberapa pasal yang
dapat dijadikan sebagai pedoman untuk permasalahan Anda, yaitu:
Pasal 1550 ayat (3)
KUH Perdata:
Pihak yang menyewakan diwajibkan karena sifat
perjanjian, dan dengan tak perlu adanya sesuatu janji untuk itu:
1. …;
2. …;
3. Memberikan si penyewa kenikmatan yang tenteram daripada barang yang
disewakan selama berlangsungnya sewa.
Pasal 1554 KUH
Perdata
Pihak yang menyewakan tidak diperkenankan selama
waktu sewa mengubah ujud maupun tataan barang yang disewakan.
Pasal 1555 KUH
Perdata
Jika selama waktu sewa, pada barang yang disewakan
terpaksa diadakan pembetulan-pembetulan, yang tidak dapat menunggu sampai
berakhirnya sewa, maka si penyewa harus menerimanya, betapa pun kesusahan yang
disebabkannya, dan meskipun ia selama dilakukannya pembetulan-pembetulan itu
terpaksa kehilangan sebagian dari barang yang disewakan.Tetapi jika pembetulan-pembetulan ini berlangsung
lebih lama dari empat puluh hari, maka harga sewa harus dikurangi menurut
imbangan waktu dan bahagian dari barang yang disewakan yang tidak dapat dipakai
oleh si penyewa.
Jika pembetulan-pembetulan sedemikian sifatnya,
hingga barang yang disewakan, yang perlu ditempati oleh si penyewa dan
keluarganya, tidak dapat didiami, maka si penyewa dapat memutuskan sewanya.
Menjawab pertanyaan pokok Anda, dalam hal pihak
pengelola mall berencana untuk melakukan renovasi total atas mall tersebut,
sudah seharusnya pihak pengelola mall menginformasikan/mensosialisasikan
rencana dan perkiraan waktu dan kondisi-kondisi yang mungkin dapat terjadi
dalam renovasi mall tersebut kepada Anda selaku penyewa (tenant),. Serta
tetap menjamin bahwa meskipun kegiatan renovasi total tersebut dilaksanakan,
Anda selaku penyewa dari salah unit toko dalam mall tersebut tetap dapat
menjalankan kegiatan usaha Anda.
Dengan demikian apabila ada hak dan kepentingan
hukum Anda selaku penyewa yang terganggu dengan adanya renovasi total dari mall
tersebut, maka Anda selaku penyewa berhak untuk meminta penjelasan dan tanggung
jawab dari pengelola mall tersebut, baik dengan berpedoman dengan Perjanjian
Sewa-Menyewa yang sudah disepakati para pihak maupun hal-hal yang diharuskan
oleh kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang (Vide: Pasal 1339 KUH Perdata).
4.
Apakah penyewa rumah harus pindah, jika rumah di jual oleh
pemiliknya?
Menurut Pasal
1575 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), perjanjian sewa
tidak hapus dengan meninggalnya pihak yang menyewakan ataupun pihak yang
menyewa. Ini berarti bahwa sewa menyewa tersebut tetap berlangsung dan orang
tua Anda sebagai ahli waris dari nenek Anda berhak untuk tetap tinggal di rumah
tersebut hingga masa sewanya berakhir.
Mengenai penjualan
rumah yang sedang disewakan kepada orang lain, penjualan ini tidak menghapuskan
sewa yang masih berjalan (Pasal 1576 ayat 1] KUHPer). Akan tetapi, sewa
menyewa bisa diputuskan, jika sebelumnya telah diperjanjikan bahwa jika rumah
dijual maka sewa menyewa putus.
Jika telah
diperjanjikan sebelumnya bahwa penjualan rumah akan menghentikan sewa, maka
penyewa tidak berhak menuntut ganti rugi. Akan tetapi, jika tidak diperjanjikan
sebelumnya, maka si penyewa berhak meminta ganti rugi jika ia diwajibkan untuk
mengosongkan rumah. Jika ganti rugi belum diberikan, maka penyewa berhak untuk
tetap tinggal di rumah tersebut (Pasal 1576 ayat [2] KUHPer).
Yang dapat Anda
lakukan adalah membicarakan baik-baik mengenai hal tersebut kepada si pemilik
rumah bahwa memang Anda masih berhak untuk tinggal di rumah tersebut atas dasar
sewa yang dilakukan oleh nenek Anda. Jika cara kekeluargaan tidak dapat
digunakan dan si pemilik mulai melakukan hal-hal yang merugikan Anda, Anda
dapat melakukan gugatan perdata. Anda dapat menggugat atas dasar wanprestasi
karena pemilik rumah sebagai pemberi sewa tidak memenuhi perjanjian sewa
menyewa (Pasal 1243 KUHPer).
Semoga ulasan bagian ke-1 ini bermanfaat bagi DaGakers yang terhormat, untuk
ulasan lanjutan bagian ke-2 menyusul bulan depan Da.
Salam super bahagia dan jangan lupa mampir ke RM. Dapoer Glagah
Yogyakarta ya ….